Kamis, 12 Juni 2025

JNE : si Perintis yang masih eksis menjadi ''Oasis".

 

source : instagram @jne_id

Genap satu dekade sudah sang pendiri JNE , bapak H. Soeprapto Suparno telah meninggalkan expedisi yang telah beliau bangun menuju kehidupan yang kekal nan abadi. Tapi semangat beliau tetap terjaga hingga detik ini, selama JNE masih menghantarkan kebahagiaan menuju ke berbagai pelosok di Indonesia. Sekiranya diluar sana sudah banyak sekali artikel yang membahas kisah bagaimana almarhum bapak Soeprapto Suparno ''babad alas'' demi mendirikan JNE. Semangatnya serta tujuan mulia beliau terus di implementasikan dengan baik oleh para penerus penerusnya, salah satunya adalah putra beliau bapak Mohammad Feriadi Soeprapto yang sekarang menjadi presiden direktur JNE.

Suatu kebahagiaan tersendiri untuk kami yang bisa mengabdi dan mencari nafkah dibawah payung besar JNE. Bagaimana tidak , perusahaan ini dirintis oleh tangan dingin putra asli Indonesia , atau bisa dibilang JNE adalah asli produk Indonesia. Tidak berlebihan, toh nasionalis di masing masing jiwa ini akan tumbuh dengan sendirinya ketika mereka mengetahui bahwa ada hal hal yang dibanggakan dari tanah dimana kami dilahirkan dan kelak dikebumikan ini. Bukan tidak menyukai produk milik asing , cuman bagi kami produk yang dilahirkan di Indonesia dan dari putra asli Indonesia lebih memiliki nilai dan kebanggaan tersendiri. 

Di era modern ini tidak sulit rasanya untuk sekedar mengecek mana perusahaan yang dimiliki oleh orang asing, baik itu perusahaan kecil hingga perusahaan besar yang akhirnya malah menjadi rekanan oleh pemerintah kita sendiri. Jadi tidak ada salahnya, mulai sekarang untuk lebih mencintai produk asli Indonesia. Doktrin doktrin seperti itulah yang nantinya akan memunculkan embrio semangat untuk para cendekiawan atau bibit unggul putra putri bangsa ini agar tidak minder bersaing dikancah global. 

source : instagram @sapto_koerniawan

''Kota ini memang istimewa , tapi tidak dengan UMR nya'' , sebuah kalimat celetukan sebagai pembuka menu makan siang kami kali ini. Ya , tidak salah , angkringan , tempat keluarnya unek unek kami, dari cerita horor sampai cerita skandal korupsinya si suami artis papan atas yang beritanya sekarang udah tenggelam diganti dengan berita berita korupsi lainnya. Segelas es teh dengan gula didasar gelas yang belum teraduk rata , ditambah dua bungkus nasi kucing yang isinya tidak benar benar kucing melainkan hanya sekepal nasi putih dengan sambal teri sebagai topping khas nya. Yang terakhir , tidak lupa gorengan hangat menjadi pelengkap untuk memulai topik ngobrol sembari makan siang kali ini. 

Sebut saja Ahmad, kurir salah satu hub dibawah JNE Jogja , siang itu menemani makan siang kami sembari beliau mengisi perutnya sebelum memulai petualangan keliling kota gudeg ini menghantarkan kebahagiaan customer. Sudah dua setengah tahun beliau mengabdi di JNE , yang sebelumnya juga pernah mengabdi di salah satu ekpedisi seberang milik orang asing , namun hanya bertahan tiga bulan saja akibat hanya kesalahan kecil berakibat harus mengganti dengan nominal yang tak masuk diakal. 

Ibarat oasis ditengah gurun pasir, JNE telah berperan sebagai tangan Tuhan untuk mereka mereka yang bersyukur. Sudah berapa dapur yang masih mengebul , dan sudah berapa potong seragam baru terbeli untuk si buah hati yang mulai mengenyam pendidikan. "Sitik utowo akeh'e rejeki kuwi perlu disyukuri mas , maturnuwun JNE isih gelem nompo aku mas'' ucap Ahmad sembari tangan kanan masih mengarahkan sendok berisi nasi dan teri kecil masuk ke mulutnya. Memang bukan perkara berapa banyak pendapatan yang kita terima, tapi seberapa besar rasa syukur yang tersyiar. Cukup itu lebih baik daripada banyak tapi merasa kurang terus. 

JNE tidak akan pernah kehilangan inovasi, bahkan justru ada saja gebrakannya. Khususnya untuk kami yang tinggal di kota seribu event ini. Hampir disetiap bulan bahkan per minggu pasti ada event di Jogja, cuman saya sendiri kurang begitu update saking banyaknya jadwal event di berbagai tempat disini. JNE dengan lihai nya melihat peluang ini , berkolaborasi dengan berbagai seniman lokal mencoba untuk membuat karya seni yang menarik. Salah satunya adalah seniman graviti jogja yang diberi tugas untuk mencoret coret tembok bagian depan di kantor pusat JNE Jogja dan juga hasil karyanya dicetak dan dibentuk stiker untuk dibranding di mobil delivery. Otomatis selama delivery , berbagai mata tertuju di granmax blindvan dengan decal unik kolaborasi JNE dan sang seniman. Lagi lagi , JNE masih menjadi oasis untuk para pegiat seni lokal dimana sekarang maraknya jasa desain hanya menggunakan bantuan AI (artificial inteligent) yang cenderung gratis dan cepat , padahal menurut saya tidak ada rasa otentiknya sama sekali.

Source : doc pribadi

Beberapa bulan lalu telah terlaksana laga futsal nation cup di GOR Amongrogo Yogyakarta. Untuk sekedar informasi , salah satu tim yang bertanding merupakan tim futsal yang berkolaborasi dengan JNE. Laga yang tersaji cukup seru dan meriah, hingga akhirnya tim Cosmo JNE mampu merangsek ke final , tapi sayangnya kalah di partai puncak. Dan harus puas menempati posisi runner up

Inovasi seperti inilah yang secara tidak langsung akan berimbas kepada JNE untuk kedepannya. Bagaimana tidak , dengan adanya tim futsal yang berkolaborasi dengan JNE , sisi marketing branding dari sebuah brand expedisi akan mudah diingat oleh para khalayak penggemar olahraga sepakbola dalam ruangan ini. Baik mahasiswa maupun adik adik sekolah menengah atas yang sepertinya cukup tinggi animo bermain futsal di kota ini. JNE mampu memberikan gebrakan baru bahwa sebuah brand ekspedisi tidak hanya berkutat di penghantaran paket dan armada logistik , tapi JNE mampu membuka jalur yang beda dengan mencoba masuk di ranah hiburan ataupun sportainment. 

Besar harapan dari kami untuk JNE agar terus menguatkan akar sedalam dalamnya, sehingga bisa tumbuh semakin tinggi dan berdiri kokoh selama mungkin. Sudah banyak peluh keringat berbuah upah dari hasil menghantarkan kebahagiaan di JNE. Sudah banyak pula para penggiat seni , penjaja makanan , pelaku bisnis kecil terbantu bahkan tersampaikan apa yang mereka jual ke pelanggan dengan bantuan dari JNE.
Nilai nilai yang telah diwariskan sang founder JNE bapak Soeprapto Suparno rasanya tidak boleh hilang dari tubuh ekspedisi ini. Tetaplah menjadi ekpedisi yang memanusiakan manusia, menjadi ekspedisi perintis asli Indonesia kebanggan kita bersama. Kelak semoga doa doa baik dari mereka yang telah disejahterakan dari JNE bisa menjadi tembok dari derasnya angin cobaan dan ujian kelak.

#JNE #ConnectingHappiness #JNE34SatSet #JNE34Tahun #JNEContentCompetition2025 #JNEInspirasiTanpaBatas

Kamis, 05 Juni 2025

Pantai Cangkring, alternatif pantai sepi di selatan bantul.

 

 
Hari minggu 27 April 2025 tepatnya jam 05.00 pagi, jupiter mx tua yang bernomor plat Ae itu telah siap meraungkan mesinnya menuju arah selatan dari rumah kami yang berlokasi di sedayu. Pilihannya antara ke pantai pandansimo atau malah ke parangtritis. Sengaja berangkat pagi demi menghindari panas sebab kalau sudah pukul 10 pagi saja panasnya sudah sanggup untuk membuat migrain sementara.

Baim dengan ibunya duduk di jok belakang, sedangkan saya dengan setelan bapak bapak semi touring siap membetot gas menuju tujuan wisata sederhana ala ala kami. Melewati kecamatan pajangan dan tembus hingga ke kecamatan pandak atau sekitar rumah sakit UII kami masih ke arah barat hingga bertemu jembatan progo , namun sebelum jembatan progo,  si ijo sudah saya belokkan menuju jalan masuk ke kiri , ke arah pantai pandansimo. 

Baim yang sedari tadi cukup anteng duduk di tengah antara saya dan ibunya masih saja melanjutkan boboknya karena namanya anak usia 2 tahun setengah , jam 5 pagi harusnya masih terlelap menikmati mimpi indahnya , eh ini malah diajak bapak ibuknya jalan jalan ke pantai. Masih melewati desa desa khas pesisir pantai , udara pagi itu cukup sejuk dan cenderung sepi. Kadang sempat terlintas kenapa ya pantai di bantul tidak seramai dengan pantai di gunungkidul sana. Apakah karena pasirnya hitam atau kurangnya fasilitas yang memadai, atau bahkan ada hal hal penunjang lain yang kurang di expose? Ah entahlah , bagi kami yang bertempat tinggal di kabupaten bantul, sudah cukup merasa bahagia bisa menikmati pantai yang hanya berjarak 1 jam an dari rumah. Kalau ke gunungkidul bisa 2 sampai 2 jam setengah , bisa panas di pantat karena terlalu lama duduk di jok motor.

Tiba di loket gapura arah pantai pandansimo kami ditarik tarif retribusi sekitar 20 ribuan, sudah bebas mau menikmati pantai mana saja , pokoknya sekitar garis pantai sisi selatan bantul. Banyak sekali pilihannya dari barat sampai mentok ke timur arah pantai depok sampai parangkusumo. Namun pilihan kami saat itu hanya pingin mencoba ke pantai pandansimo. Tapi apa daya dikata, ternyata ada pembangunan jalan yang belum rampung dan akses ke pantai pandansimo sedang ditutup. Cukup bingung akan mau ke pantai mana kalau tujuan awalnya saja justru tidak ada akses kesana. Gerutu suara ibunya baim sudah cukup terdengar sayup sayup dari belakang. Khas suara ibu ibu muda yang kecewa. Akhirnya daripada berkelanjutan menjadi debat kusir tanpa kuda, saya berinisiatif ke pantai alternatif lain, namanya pantai baru. Sesaat tiba di parkiran pantai baru, ternyata ibu baim kurang begitu suka dengan suasana yang pagi itu cukup riuh , pantai nya sih cukup bagus viewnya tetapi kondisi wisatawan cukup ramai. 

Akhirnya si ijo menyusuri lagi jalan lintas selatan bantul ini, sepanjang jalan sambil liat plang plang sederhana ala kadarnya sebagai arah penunjuk arah pantai. Ada satu plang dari kayu tertuliskan "Pantai Cangkring" . Cukup asing bagi kami mendengar nama pantai ini pertama kalinya , karena selama ini Parangtritis , Depok , Parangkusumo masih menjadi nama besar pantai yang berada di bantul. Tak ada salahnya kami coba juga ini pantai cangkring , ujar benak saya di dalam hati.

Parkiran pantai cangkring letaknya cukup jauh dari bibir pantai, tempatnya masih diselimuti beberapa pohon rindang dan juga tanah berpasir. Dengan berjalan sekitar 5 menitan, kami bisa melihat luas samudra hindia dan desiran ombak menyapu pasir pasir hitam di ujung bibir pantai. Sudah lumayan banyak ternyata wisatawan yang hadir disini , lagi lagi kami bingung mau duduk dan menikmati pantai di sebelah mana. Dan saya adalah salah satu orang yang tidak suka dengan kondisi ramai, bisa pusing. 

  Mencoba berjalan sebentar ke arah timur melewati camping ground yang ditutupi pohon pohon pendek , akhirnya kami menemukan spot ciamik. Hanya ada beberapa pemancing dengan galah panjangnya , kami mencoba duduk disekitar pohon tumbang di antara mas mas pemancing itu, hembusan angin laut dan suara gemuruh ombak rasanya syahdu sekali di pagi itu.

 

 Sekitaran satu jam setengah kami menikmati pantai cangkring, Baim yang sudah membawa truk pasir kecilnya dan juga sekop, langsung membuka tambang pasir kecil kecilan. Saya dan ibu baim masih sibuk mengabadikan beberapa momen dan juga pemandangan di sekitar lokasi tambang pasirnya baim. Menyenangkan sekali pagi itu , suasana pantai yang cenderung teduh dan tidak begitu riuh akhirnya bisa kami nikmati momen momen liburan sederhana kali ini. Tak lupa bekal sederhana berupa roti bakar dengan meses coklat dan susu ultra sudah disiapkan untuk mengisi perut kami. 
Matahari yang sudah lumayan terik dan badan yang mulai lengket akibat air asin terbawa angin laut, kami memutuskan untuk pulang kerumah. 
Menurut kami , Pantai Cangkring adalah salah satu destinasi wisata pantai di sisi selatan bantul untuk menikmati liburan di akhir pekan. Selain kondisi yang masih sepi dan belum terlalu familiar di banyak khalayak, masih terdapat juga beberapa pohon rindang di area bibir pantai.
Sekian cerita sederhana dari keluarga kecil kami , kira kira ada rencana liburan sederhana kemana lagi ya?

JNE : si Perintis yang masih eksis menjadi ''Oasis".

  source : instagram @jne_id Genap satu dekade sudah sang pendiri JNE , bapak H. Soeprapto Suparno telah meninggalkan expedisi yang telah be...