Jumat, 28 Juni 2024

Jogja , kota yang tidak akan bisa diam.

 

 

instagram/@sapto_koerniawan

Jogja terbuat dari rindu, pulang dan angkringan. Begitulah kata kata yang tercetak di dinding salah satu sudut perbelanjaan oleh oleh khas kota ini, teras Malioboro 1. Tidak dipungkiri bahwa kota ini menyimpan beribu cerita indah disetiap sudutnya.  Ntahlah , hanyakah romantisasi semata atau memang fakta yang sebenarnya. Jika dikupas lebih dalam lagi , Jogja tidak hanya malioboro , tugu , bakpia, gudeg dan parangtritis. 
Mungkin beberapa kata diatas adalah semacam template yang telah tercetak sedari kecil bagaimana gambaran tentang kota ini. Padahal , lebih dari itu , jogja sendiri adalah tempat berdirinya puluhan kampus baik negeri ataupun swasta, tempat hidupnya ribuan mahasiswa dari seluruh pelosok indonesia, dan juga rumah bagi orang orang lokal yang masih mengadu nasib dengan UMR kota ini yang sangat istimewa. Sudahlah , pembahasan UMR kota ini nanti akan saya tuliskan di artikel selanjutnya saja. Kali ini saya sendiri sedang bergairah dan good mood untuk menceritakan sisi geliat kota ini dari sisi industri kreatifnya. Beberapa bulan lalu sebelum menulis artikel ini, saya sendiri masih sering mendapat notifikasi instagram yang tertampil di layar gawai lawas dengan memori RAM 2 gb ini. Masa bodoh dengan gawai jaman majapahit ini, toh saya sendiri juga bukan maniak medsos apalagi seorang konten kreator handal. Sedikit alibi defensif bahwa memang apa yang diharapkan dari hp jadul dengan ram 2 giga di tahun 2024 ini. 

instagram / @sapto_koerniawan
Notifikasi itu berisi bahwa beberapa foto di etalase instagram saya @sapto_koerniawan banyak direpost oleh akun akun besar yang berdomisili di kota gudeg ini. Saya lupa apa saja nama akun akun besar tersebut , hanya beberapa yang masih teringat. Memang, saya adalah penghobi fotografi tapi bukan seorang fotografer pro nan handal apalagi fotografer dengan device kelas wahid. Hanya sekedar senang mengabadikan momen ataupun sesuatu yang unik saja. 

instagram / @sapto_koerniawan

Ketika iseng untuk kepo dengan salah satu akun yang me-repost foto foto saya , begitu kagetnya melihat ratusan ribu follower mereka. Hati ini bergumam , berarti ada ratusan ribu orang yang selalu memantau dan menunggu akun akun besar itu share tentang kota ini. Isi feed dari akun akun tersebut setidaknya mengabarkan tentang tempat wisata yang baru viral, aneka macam kuliner, aneka buah tangan kreatif (handycraft), ataupun hanya sekedar berita atau kejadian seputar jogjakarta. Jelas sekali kondisi itu menggambarkan bahwa di era modernisasi ini, muncul pelaku pelaku kreatif yang terus bersemangat dan berinovasi tiada henti. Dari genggaman saja , mereka para admin dibalik nama besar akunnya sudah bisa mendapatkan atensi besar dari para followers. Tentu dengan kondisi seperti itu banyak menumbuhkan simbiosis mutualisme diantara pelaku industri. Dari akun promosi , dari seller ataupun owner yang menumpang iklan, bahkan hingga ke dunia ekspedisi. Semua kebagian jatahnya masing masing. Tidak bisa dipungkiri , salah satu ekspedisi besar di kota ini bahkan di lingkup nasional yaitu JNE masih menjadi market leader dan masih gagah menancapkan kukunya di dunia pengiriman express indonesia. 

Bukan tanpa alasan , saya sendiri yang sudah hampir 8 tahun mengabdi dibawah payung besar JNE menjadi saksi hidup bahwa ekspedisi besar ini bukan brand expedisi fomo atau latah yang ikut ikutan terjun di dunia pengiriman express. Terhitung 33 tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk menunjukkan tajinya sebagai top leader di dunia expedisi. 

Apakah JNE tidak ada pesaingnya? Apakah se-superior

instagram / @sapto_koerniawan
itukah JNE? Tidak paman, justru kita kembali ke peribahasa lama, semakin tinggi pohon , semakin besar angin yang menerjangnya . Tapi ingat , pohon yang tinggi sudah menumbuhkan akar yang lebat dan kuat di bawahnya. Banyak marketplace ataupun wadah untuk berjualan online tentu akan berimbas di banyaknya brand brand ekspedisi yang baru bermunculan. Tinggal siapa yang terbaik dari segi pelayanan dan kualitas , disitulah siapa yang akan bertahan. Customer juga tidak peduli apapun nama expedisinya , mereka hanya ingin barang yang dipesan segera datang dengan tepat,cepat ,aman , dan akurat. Terbukti , hingga detik ini, mobil grandmax blindvan berstiker si Joni sang maskot JNE masih banyak berkeliaran di sepanjang jalanan kota jogja. Dulu , ketika sebelum pandemi hingga pasca pandemi, sering kali berjumpa mobil mobil blindvan terbranding nama ekspedisi lain yang ikut meramaikan kota ini. Tetapi ntah kemana rimbanya sekarang mobil mobil itu , sudah sangat jarang berjumpa lagi. Memang masih ada beberapa brand ekspedisi selain JNE yang masih beroperasional dan sesekali berjumpa di jalanan , dan itupun adalah brand yang katanya milik orang asing alias bukan brand pengiriman express asli indonesia. Suatu kebanggan tersendiri bagi saya pribadi menjadi bagian dari keluarga besar JNE ini. 

Semangat kekeluargaan dan semangat spiritualisme yang terbangun didalamnya lah yang akhirnya menjadi booster untuk terus menerbangkan JNE tetap tinggi. Kenapa saya bisa beranggapan seperti itu?, sebab ketika JNE melaksanakan miladnya atau CSR nya, tidak pernah tertinggal undangan untuk adik adik kita panti asuhan. Banyak sekali hadits menjelaskan doa dari anak yatim piatu adalah salah satu doa paling mustajab selain doa dari ibu kita sendiri. Ketulusan , Keikhlasan , serta Kerelaan dari orang orang di sekitar JNE inilah yang bisa jadi membuat Tuhan terus menjaga JNE tetap eksis hingga detik ini juga. 

Setelah mengupas sisi spiritual yang ada di dalam tubuh JNE, tidak lengkap rasanya kalau tidak menguliti dari sisi sosialnya. Di jogja, banyak sekali event event tahunan digelar di berbagai tempat. Contohnya ada Sekaten , Pasar Kangen, FKY (festival kesenian yogyakarta), hingga berbagai pameran yang silih berganti diadakan di JEC (jogja expo center). 

Instagram /@sapto_koerniawan

Dari setiap event yang berlangsung , pasti ada booth ataupun mini stand JNE yang ikut nimbrung di dalamnya. Ini menggambarkan , JNE di kota tempat saya tinggal ini masih terus merangkul dunia industri kreatif. Dari sinilah mengapa judul dari artikel ini saya beri nama 'Jogja, kota yang tidak akan bisa diam'. Memang , sampai kapanpun kota bakpia ini tidak akan berhenti untuk menemukan ide ide kreatifnya. Dihuni ribuan mahasiswa dengan rentang umur mereka yang masih muda , mustahil apabila jogja kehabisan semangat inovasi dan gagasan kreatifnya. Semoga jalinan simbiosis mutualisme ini bisa terus tertanam baik di industri kreatif kota Jogja. Sejalan dengan hashtag yang dibuat JNE #JNE#ConnectingHappiness#JNE33Tahun#JNEContentCompetition2024#GasssTerusSemangatKreativitasnya. 

JNE : si Perintis yang masih eksis menjadi ''Oasis".

  source : instagram @jne_id Genap satu dekade sudah sang pendiri JNE , bapak H. Soeprapto Suparno telah meninggalkan expedisi yang telah be...